Senin, 05 Januari 2015

SEJARAH JURNALISTIK

      I.                   SEJARAH JURNALISTIK DI DUNIA
 Di awali pada zaman Romawi Kuno masa pemerintahan kaisar Julius Caesar (100-44 SM). Pada saat itu jurnalistik senantiasa merujuk pada “Acta Diurna”, yakni papan pengumuman (seperti majalah dinding atau papan informasi sekarang) yang diyakini sebagai  produk  jurnalistik  pertama; pers, media massa, atau surat kabar harian pertama di dunia. Pada saat itu Julius Caesar disebut sebagai “Bapak Pers Dunia”.  Namun sebenarnya Caesar hanya meneruskan dan mengembangkan tradisi yang muncul pada permulaan berdirinya kerajaan Romawi. Saat itu, atas peritah Raja Imam Agung, segala kejadian penting dicatat pada “Annals”, yakni papan tulis yang berisikan catatan pemberitahuan bagi setiap orang yang lewat dan memerlukannya  yang digantungkan di serambi rumah. Kemudian saat Julius Caesar  berkuasa, Ia memerintahkan agar hasil sidang dan kegiatan para anggota senat, demikian pula berita tentang kejadian sehari-hari, peraturan-peraturan penting, serta apa yang perlu disampaikan dan diketahui rakyatnya setiap hari diumumkan pada “Acta Diurna” yang ditempelkan atau dipasang di pusat kota yang disebut “Forum Romanum” (Stadion Romawi) untuk diketahui oleh umum. Berita di “Acta Diurna” kemudian disebarluaskan. Saat itulah muncul para “Diurnarii”, yakni orang-orang yang bekerja membuat catatan-catatan tentang hasil rapat senat dari papan “Acta Diurna” setiap hari, untuk para tuan tanah dan para hartawan. Dari kata “Acta Diurna” inilah secara harfiah kata jurnalistik berasal yakni kata “Diurnal” dalam Bahasa Latin berarti “harian” atau “setiap hari.” Diadopsi ke dalam bahasa Prancis menjadi “Du Jour” dan bahasa Inggris “Journal” yang berarti “hari”, “catatan harian”, atau “laporan”. Dari kata “Diurnarii” muncul kata “Diurnalis” dan “Journalist” (wartawan).
Sejarah jurnalistik  zaman Islam ditandai pada zaman Nabi Nuh, seperti dikutip Kustadi Suhandang (2004), cikal bakal jurnalistik yang pertama kali di dunia adalah pada zaman Nabi Nuh. Saat banjir besar melanda kaumnya, Nabi Nuh berada di dalam kapal beserta sanak keluarga, para pengikut yang saleh, dan segala macam hewan. Untuk mengetahui apakah air bah sudah surut, Nabi Nuh mengutus seekor burung dara ke luar kapal untuk memantau keadaan air dan kemungkinan adanya makanan. Sang burung dara hanya melihat daun dan ranting pohon zaitun yang tampak muncul ke permukaan air. Ranting itu pun dipatuk dan dibawanya pulang ke kapal. Nabi Nuh pun berkesimpulan air bah sudah mulai surut. Kabar itu pun disampaikan kepada seluruh penumpang kapal. Atas dasar fakta tersebut, Nabi Nuh dianggap sebagai pencari berita dan penyiar kabar (wartawan) pertama kali di dunia. Kapal Nabi Nuh pun disebut sebagai kantor berita pertama di dunia.
Pada masa perkembangannya, peradaban Mesir Kuno memiliki tenik pembuatan kertas dari serat tumbuhan yang bernama “Phapyrus” yang disumbangkan  sebagai media tulis menulis yang digunakan pada wangsa firaun yang kemudian menyebar ke seluruh Timur Tengah sampai Romawi di Laut Tengah dan menyebar ke seantero Eropa. Dari kata papirus dikenal sebagai paper dalam bahasa Inggris, papier dalam bahasa Belanda, bahasa Jerman, bahasa Perancis misalnya atau papel dalam bahasa Spanyol yang berarti kertas.
Sejarah penemuan kertas berasal dari peradaban China yang menyumbangkan kertas bagi Dunia, yaitu Tsai Lun. Ia merupakan seorang pegawai negeri pada pengadilan kerajaan yang di tahun 105 M mempersembahkan contoh kertas kepada Kaisar Ho Ti. Catatan China tentang penemuan Ts'ai Lun ini (terdapat dalam penulisan sejarah resmi dinasti Han) sepenuhnya terus terang dan dapat dipercaya, tanpa sedikit pun ada bau-bau magi atau dongeng. Orang-orang China senantiasa menghubungkan nama Ts'ai Lun dengan penemu kertas dan namanya tersohor di seluruh China. Tsai Lun menemukan kertas dari bahan bambu yang mudah didapat di seantero China pada tahun 101 M. Penemuan ini akhirnya menyebar ke Jepang dan Korea seiring menyebarnya bangsa-bangsa China ke timur dan berkembangnya peradaban di kawasan itu meskipun pada awalnya cara pembuatan kertas merupakan hal yang sangat rahasia. Pada akhirnya, teknik pembuatan kertas tersebut jatuh ketangan orang-orang Arab pada masa Abbasiyah yang kemudian menyebar ke Italia dan India lalu Eropa.

Penggunaan kertas meluas di seluruh China pada abad ke-2, dan dalam beberapa abad saja China sudah sanggup mengekspor kertas ke negara-negara Asia. China sangat lama merahasiakan cara pembuatan kertas. Teknik pembuatan kertas menyebar ke seluruh dunia Arab dan baru di abad ke-12 orang-orang  Eropa belajar teknik ini. Setelah itulah pemakaian kertas mulai berkembang luas. Sedangkan di Barat sebelum ada kertas, buku ditulis di atas kulit kambing atau lembu. Material ini sebagai pengganti papyrus yang digemari oleh orang-orang Yunani, Romawi dan Mesir. Baik kulit maupun papyrus bukan saja termasuk barang langka tetapi juga harga sulit terjangkau. Namun, sesudah Gutenberg menemukan mesin cetak modern, kertas menggantikan kedudukan kulit kambing sebagai sarana tulis-menulis di Barat.
Penemuan mesin cetak pertama kali adalah Johannes Gensfleisch zur Laden zum Gutenberg (1398 – 3 Februari 1468), merupakan seorang pandai logam dan pencipta berkebangsaan Jerman yang memperoleh ketenaran berkat sumbangannya bagi teknologi percetakan pada tahun 1450-an. Ide Gutenberg yang terpenting tercetus ketika dia bekerja sebagai tukang emas di Mainz. Gutenberg mula membuat acuan huruf logam dengan menggunakan timah hitam untuk membentuk huruf skrip gotik. Pada permulaannya Gutenberg terpaksa menghasilkan hampir 300 bentuk huruf untuk meniru bentuk tulisan tangan yang bersambung-sambung. Setelah itu Gutenberg mereka mesin cetak yang bergerak untuk mencetak. Mesin cetak bergerak inilah sumbangan terbesar Gutenberg. Setelah menyempurnakan mesin cetak bergeraknya, Gutenberg mula-mula mencetak beribu-ribu surat pengampunan yang disalah gunakan oleh Gereja Katolik. Penyalah-gunaan ini merupakan puncak timbulnya bantahan daripada sesetengah pihak seperti Martin Luther. Pada tahun 1452, Gutenberg mendapatkan pinjaman wang daripada Johann Fust untuk projek pencetakan biblenya yang terkenal. Bagaimanapun Gutenberg telah dipecat daripada menguruskan pencetakan Bible itu sebelum ianya disiapkan sepenuhnya disebabkan Gutenberg dituduh mencetak surat pengampunan, kalender dan buku bacaan ringan sebagai aktiviti sampingan. 
Karya utama mesin cetaknya yaitu Bible Gutenberg (Alkitab Gutenberg, dikenal sebagai Alkitab 42 baris), yang telah diakui memiliki estetika dan kualitas teknikal yang tinggi. Dua ratus jilid salinan Bible Gutenberg pun akhirnya dicetak. Dan dijual di Pameran Buku Franfurt pada tahun 1456. Secara kasar, hampir 1/4 Bible Gutenberg masih ditemukan sekarang. Pada 15 August 1456 dianggap sebagai buku bercetak tertua di dunia barat. Majalah Life menganggap Mesin Cetak adalah penemuan yang paling luar biasa pada 1000 tahun terakhir. Penting untuk disadari bahwa abjad mungkin merupakan kunci keberhasilan mesin cetak.
Sejarah koran atau surat kabar yang pertama kali diterbitkan di China pada tahun 911 M dengan nama “King Pau” atau Tching-pao yang artinya “Kabar dari Istana”. “King Pau”  mengandung berita keputusan, pertimbangan dan informasi dari istana. Koran ini dimiliki oleh pemerintah Kaisar Quang Soo. Kemudian pindah dan masuk ke Jerman pada tahun 1609 dengan penerbitan koran pertama yang bernama Avisa Relation Order Zeitung. Pada 1618, surat kabar tertua di Belanda bernama Coyrante UytItalien en Duytschland. Surat kabar pertama di Inggris diterbitkan pada 1662 bernama Oxford Gazette (later the London) dan diterbitkan terus menerus sejak pertama kali muncul. Surat kabar ini kemudian berganti nama menjadi London Gazzette dan ketika Henry Muddiman menjadi editornya untuk pertama sekali dia telah menggunakan istilah “Newspaper”.
Di Amerika Serikat ilmu persuratkabaran mulai berkembang sejak tahun 1690 M dengan istilah “Journalism”. Saat itu terbit surat kabar dalam bentuk yang modern, Publick Occurences Both Foreign and Domestick, di Boston yang dimotori oleh Benjamin Harris. Surat kabar pertama di Perancis, the Gazette de France, didirikan pada tahun 1632 oleh raja Theophrastus Renaudot (1.586-1.653), dengan perlindungan Louis XIII.
Pada pertengahan 1800-an bisnis berita mulai berkembang. Organisasi kantor berita yang berfungsi mengumpulkan berbagai berita dan tulisan didistribusikan ke berbagai penerbit surat kabar dan majalah. Pasalnya, para pengusaha surat kabar dapat lebih menghemat pengeluarannya dengan berlangganan berita kepada kantor-kantor berita itu daripada harus membayar wartawan untuk pergi atau ditempatkan di berbagai wilayah. Kantor berita yang masih beroperasi hingga hari ini antara lain Associated Press (AS), Reuters (Inggris), dan Agence-France Presse (Prancis). Tahun 1800-an juga ditandai dengan munculnya istilah Yellow Journalism (jurnalisme kuning), istilah untuk “pertempuran headline” antara dua koran besar di Kota New York. Satu dimiliki oleh Joseph Pulitzer dan satu lagi dimiliki oleh William Randolph Hearst. Ciri khas jurnalisme kuning adalah pemberitaannya yang bombastis, sensasional, dan pemuatan judul utama yang menarik perhatian publik. Tujuannya hanya satu “meningkatkan penjualan!”.
Jurnalisme kuning tidak bertahan lama, seiring dengan munculnya kesadaran jurnalisme sebagai profesi. Organisasi profesi wartawan pertama kali didirikan di Inggris pada 1883, yang diikuti oleh wartawan di negara-negara lain pada masa berikutnya. Kursus-kursus jurnalisme pun mulai banyak diselenggarakan di berbagai universitas, yang kemudian melahirkan konsep-konsep seperti pemberitaan yang tidak biasa dan dapat dipertanggung jawabkan, sebagai standar kualitas bagi jurnalisme professional.
            Pulitzer Award atau yang dikenal dengan Penghargaan Pulitzer adalah penghargaan yang dianggap tertinggi dalam bidang jurnalisme cetak di Amerika Serikat. Penghargaan ini juga diberikan untuk pencapaian dalam bidang sastra dan gubahan musik. Penghargaan Pulitzer pertama diberikan pada 4 Juni 1917, dan sejak beberapa waktu lalu, mulai diumumkan setiap tahunnya pada bulan April. Penerima penghargaan ini dipilih oleh sebuah badan independen yang secara resmi diatur olehuate School of Journalism (Sekolah Jurnalisme Universitas Columbia) di Amerika Serikat. Penghargaan ini diciptakan oleh Joseph Pulitzer, seorang jurnalis dan penerbit surat kabar Hungaria-Amerika pada akhir abad ke-19. Penghargaan diberikan dalam kategori-kategori yang berhubungan dengan jurnalisme, kesenian dan surat-surat. Hanya laporan yang diterbitkan dan foto-foto hasil karya surat kabar atau organisasi berita harian yang berbasis di Amerika Serikat saja yang berhak menerima penghargaan jurnalisme.

II.                   SEJARAH JURNALISTIK DI INDONESIA
Awal Jurnalistik di Indonesia dimulai pada zaman Belanda sekitar tahun 1700-an. Pers yang di usahakan oleh orang-orang Belanda pada masa penjajahan Belanda adalah Pers kolonial yang berupa surat kabar, majalah, koran berbahasa Belanda atau bahasa daerah Indonesia yang bertujuan membela kepentingan kaum kolonialis Belanda. Pada saat itu koran sudah masuk ke Indonesia yang isinya berupa informasi seperti gosip-gosip seperti tentang kehidupan pejabat dan noni-noni Belanda. Beberapa pejuang kemerdekaan Indonesia pun menggunakan kewartawanan sebagai alat perjuangan. Pada tahun 1744 terbit tabloid Belanda pertama di Indonesia yaitu Batavis Novelis atau dengan nama panjangnya Bataviasche Nouvelles en Politique Raisonnementes. Setelah itu mulai bermunculan surat kabar baru dari masyarakat Indonesia itu sendiri. Seperti; Medan Priyayi (1910), Bintang Barat, Bintang Timur, dan masih banyak lagi. Medan Priyayi adalah surat kabar pertama yang dimiliki oleh masyarakat pribumi Indonesia, yang didirikan oleh Raden Jokomono atau Tirto Hadi Soewirjo. Oleh sebab itu Raden Jokomono atau Tirto Hadi Soewirjo disebut sebagai tokoh Pemrakarsa Pers Nasional, karena dia adalah orang pertama dari Indonesia yang mampu memprakarsainya dan dimodali oleh modal Nasional.
Revolusi Fisik (Pendudukan Belanda), pada masa revolusi fisik ini, pers terbagi menjadi dua golongan,yaitu sebagai berikut :
-          Pers yang di terbitkan dan di usahakan oleh tentara pendudukan Sekutu dan Belanda yang selanjutnya di namakan pers Nica ( Belanda ).
-          Pers yang di terbitkan dan di usahakan oleh orang Indonesia yang di sebut pers republik.
Pers republik disuarakan oleh masyarakat Indonesia yang berisi semangat mempertahankan kemerdekaan dan menentang usaha pendudukan Sekutu. Pers ini benar-benar menjadi alat perjuangan masa itu. Sebaliknya, pers Nica berusaha memengaruhi rakyat Indonesia agar menerima kembali Belanda untuk berkuasa di Indonesia.
Pers Masa Pergerakan adalah masa bangsa Indonesia berada di bawah penjajahan Belanda sampai saat masuknya Jepang menggantikan Belanda. Pers nasional adalah pers yang di usahakan oleh orang-orang Indonesia terutama orang-orang pergerakan dan di peruntukan bagi orang Indonesia. Setelah munculnya pergerakan modern Budi Utomo tanggal 20 Mei 1908, Surat kabar yang di keluarkan orang Indonesia lebih banyak berfungsi sebagai alat perjuangan. Pers menyuarakan kepedihan,penderitaan,dan merupakan refleksi isi hati bangsa terjajah. Pers menjadi pendorong bangsa Indonesia dalam perjuangan memperbaiki nasib dan kedudukan bangsa.
Zaman Penjajahan Jepang, Jepang mengambil alih kekuasaan untuk kepentingan penjajah Jepang, koran-koran dilarang. Akan tetapi pada akhirnya ada lima media yang mendapat izin terbit: Asia Raja, Tjahaja,Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia. Beberapa keuntungan yang di dapat oleh para wartawan di Indonesia yang bekerja pada penerbitan Jepang,antara lain sebagai berikut : Pengalaman yang di peroleh para karyawan pers Indonesia bertambah.Fasilitas dan alat-alat yang di gunakan jauh lebih banyak dari pada masa pers zaman Belanda. Penggunaan bahasa Indonesia dalam pemberitaan makin sering dan luas. Pengajaran untuk rakyat agar berfikir kritis terhadap berita yang di sajikan oleh sumber-sumber resmi Jepang.Selain itu,kekejaman dan penderitaan yang di alami pada masa pendudukan Jepang memudahkan para pemimpin bangsa memberikan semangat untuk melawan penjajahan.
Jurnalistik pasca kemerdekaan Indonesia, sama seperti di belahan dunia lain, pers Indonesia diwarnai dengan aksi pembungkaman hingga pembredelan. Haryadi Suadi mencatat, pemberedelan pertama sejak kemerdekaan terjadi pada akhir 1940-an. Tercatat beberapa koran dari pihak Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang diangga berhaluan kiri seperti Patriot , Buruh , dan Suara Ibu Kota dibredel pemerintah. Sebaliknya, pihak FDR membalas dengan membungkam koran Api Rakjat yang menyuarakan kepentingan Front Nasional. Sementara itu pihak militer pun telah memberedel Suara Rakjat dengan alasan terlalu banyak mengkritik pihaknya. Pada tanggal 1 Oktober 1945 terbit Harian Merdeka sebagi hasil usaha kaum Buruh De Unie yang berhasil menguasai percetakan. Pada saat revolusi fisik itu jurnalistik Indonesia mempunyai fungsi yang khas. Hasil karya wartawan bukan lagi bermanfaat bagi konsumsi pembaca di daerah pedalaman, tetapi juga berguna bagi prajurit-prajurit dan laskar-laskar yang berjuang diFront. Berita yang dibuat para wartawan bukan saja mengobarkan semangat berjuang membela kemerdekaan, tetapi sekaligus sebagai alat pemukul terhadap hasutan-hasutan pihak Belanda yang disiarkan melalui berbagai media massanya. 
Pada masa Orde Lama digunakan untuk mengkritisi pemimpin. Dewan Pers pertama kali terbentuk pada tahun 1966 melalui Undang-undang No.11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers. Fungsi dari Dewan Pers saat itu adalah sebagai pendamping Pemerintah serta bersama-sama membina perkembangan juga pertumbuhan pers di tingkat nasional. Saat itu, Menteri Penerangan secara ex-officio menjabat sebagai Ketua Dewan Pers.
Pada era Orde Baru, kedudukan dan fungsi Dewan Pers tidak berubah yaitu masih menjadi penasihat pemerintah, terutama untuk Departemen Penerangan. Hal ini didasari pada Undang-Undang No. 21 Tahun 1982 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers. Tetapi terjadi perubahan perihal keterwakilan dalam unsur keanggotaan Dewan Pers seperti yang dinyatakan pada Pasal 6 ayat (2) UU No. 21 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 1967 :
“Anggota Dewan Pers terdiri dari wakil organisasi pers, wakil Pemerintah dan wakil masyarakat dalam hal ini ahli-ahli di bidang pers serta ahli-ahli di bidang lain.” Pada masa ini, khususnya ketika Ali Murtopo menjadi Menteri Penerangan (1977-1982), Departemen Penerangan difungsikan sebagai sebuah "departemen politik" bersama Departemen Dalam Negeri. Artinya, ia mempunyai fungsi pembinaan politik. Departemen ini berada di garda terdepan dalam setiap kampanye pemilu. Fungsi ini semakin kental terasa tatkala Harmoko menjadi Menteri Penerangan (1982-1997), dan selama tiga periode berturut-turut Harmoko merangkap menjadi Ketua Umum Golkar (1987-1998) dan Ketua Umum MPR (Maret 1998 -November 1998). Ini adalah jabatan dan kedudukan yang sangat stra­tegis. Dalam struktur kekuasaan seperti itu, Departemen Penerangan menjadi lembaga penjaga gerbang informasi yang sangat efektif bagi kepentingan pemerintah. Departemen Penerangan (melalui Direktorat Bina Wartawan Dirjen PPG) mempunyai kewenangan untuk mencegah tangkal visa bagi wartawan maupun koresponden luar negeri serta mem­punyai kewenangan untuk mencegah tangkal tayangan siaran langsung televisi dari dan ke luar negeri. Karena itu, Departemen Penerangan juga mempunyai wewenang dalam pengaturan agenda informasi dari dan ke luar negeri. (Hidayat, dkk, 2000:225). Pers pada masa orde baru sangat dikendalikan oleh pemerintah. Kontrol pemerintah terhadap pers tidak dapat diragukan lagi, begitu juga dengan pegaruhnya. Kebijakan- kebijakan yang dikeluarkan pemerintahorde baru sangat tidak mendukung keberadaan pers. Salah satu contohnya adalah kebijakan SIUPP, yakni Surat Izin untuk Penerbitan Pers, yang mana sangat tidak pro-pers. Persmengalami kesulitan saat dituntut untuk melasanakan fungsi-fungsi yang secara alamiahmelekat padanya, khususnya fungsi mereka bagi masyarakat. Fungsi pers bagi masyarakat adalah menampilkan informasi yang berdimensi politik lebih banyak dibandingkan dengan ekonomi, dengan didominasi subyek negara serta kecenderungan pers untuk lebih berat kesisi negara harus dilakukan dengan cara lebih memilih realitas psikologis dibanding denganrealitas sosiologis. 
Jurnalistik pada masa Reformasi yaitu disahkannya Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers membuat berubahnya Dewan Pers menjadi Dewan Pers yang Independen, dapat dilihat dari Pasal 15 ayat (1) UU Pers menyatakan : Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen.
Berdasarkan amanat UU, dewan pers meiliki 7 fungsi :
1.      Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain, bisa pemerintah dan juga masyarakat
2.      Melakukan pengkajian untuk pengembangan keidupan pers
3.      Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan kode etik jurnalistik
4.      Memberikan pertimbangan dan pengupayaan penyelesaian pengaduan masyarakatatas kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.
5.      Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah.
6.      Memfasilitasi organisasi pers dalam menyusun peraturan di bidang pers danmeningkatkan kualitas profesi wartawan.
7.      Mendata persahaan pers Namun sangat disayangkan 
Fungsi Dewan Pers juga berubah, yang dahulu sebagai penasihat Pemerintah sekarang telah menjadi pelindung kemerdekaan pers.
Tidak ada lagi hubungan secara struktural dengan Pemerintah. Dihapuskannya Departemen Penerangan pada masa Presiden Abdurrahman Wahid menjadi bukti. Dalam keanggotaan, tidak ada lagi wakil dari Pemerintah dalam Dewan Pers. Tidak ada pula campur tangan Pemerintah dalam institusi dan keanggotaan, meskipun harus keanggotaan harus ditetapkan melalui Keputusan Presiden. Untuk Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers, dipilih melalui mekanisme rapat pleno (diputuskan oleh anggota) dan tidak dicantumkan dalam Keputusan Presiden. Pemilihan anggota Dewan Pers independen awalnya diatur oleh Dewan Pers lama. Atang Ruswati menjabat sebagai Ketua Badan Pekerja Dewan Pers, sebuah badan bentukan Dewan Pers sebelum dilakukannya pemilihan anggota. Badan Pekerja Dewan Pers kemudian melakukan pertemuan dengan berbagai macam organisasi pers juga perusahaan media. Pertemuan tersebut mencapai sebuah kesepakatan bahwa setiap organisasi wartawan akan memilih dan juga mencalonkan dua orang dari unsur wartawan serta dua dari masyarakat. Setiap perusahaan media juga berhak untuk memilih serta mencalonkan dua orang yang berasal dari unsur pimpinan perusahaan media juga dua dari unsur masyarakat. Ketua Dewan Pers independen yang pertama kali adalah Atmakusumah Astraatmadja.
   Mengenai kode etik jurnalistik, Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik memiliki ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia. Secara umum, materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik dan pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang. Pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik mengacu pada beberapa instrumen internasional, seperti UNCITRAL Model Law on eCommerce dan UNCITRAL Model Law on eSignature. Bagian ini dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat umumnya guna mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan transaksi elektronik. Beberapa materi yang diatur, antara lain: 1. pengakuan informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal 5 & Pasal 6 UU ITE); 2. tanda tangan elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU ITE); 3. penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal 13 & Pasal 14 UU ITE); dan 4. penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 15 & Pasal 16 UU ITE);. Beberapa materi perbuatan yang dilarang (cybercrimes) yang diatur dalam UU ITE, antara lain: 1. konten ilegal, yang terdiri dari, antara lain: kesusilaan, perjudian, penghinaan/pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan (Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 UU ITE); 2. akses ilegal (Pasal 30); 3. intersepsi ilegal (Pasal 31); 4. gangguan terhadap data (data interference, Pasal 32 UU ITE); 5. gangguan terhadap sistem (system interference, Pasal 33 UU ITE); 6. penyalahgunaan alat dan perangkat (misuse of device, Pasal 34 UU ITE);

Referensi :
http://wantysastro.wordpress.com/2012/10/05/sejarah-jurnalistik-di-dunia-dan-di-indonesia/
http://ratnanism.blogspot.com/2012/12/sejarah-jurnalistik-di-dunia-dan-di.html
http://wahw33d.blogspot.com/2010/11/sejarah-penemuan-kertas-oleh-pria-china.html
http://humahmadfauzi.blogspot.com/2012/06/v-behaviorurldefaultvmlo.html
www.jurnalistikmadingsma.blogspot.in/2012/10/sejarah-jurnalisme-di-indonesia.html?m=1
http://www.academia.edu/6082068/Peran_Pers_di_Era_Orde_Baru_dan_Reformasi
google.com/images
www.wikipedia.com

Tidak ada komentar: